Scroll to continue reading
BREAKING NEWS

Sidang Kode Etik Advokat Tarik Perhatian Publik: DKD PERADI Tangerang Tolak Aduan GPdI, Kuasa Hukum Siap Ajukan Banding

Tarida Sondang P, ANGGOTA MD-GPdI MEMBIDANGI HUKUM DAN ADVOKASI, STAF KHUSUS MP-GPdI 2022-2027

MCST.CO.ID

Kota Tangerang, Banten – Sidang dugaan pelanggaran kode etik advokat yang melibatkan Tarida Sondang P. Siagian, S.H., M.H., menarik perhatian luas publik, khususnya dari kalangan hukum dan institusi keagamaan. Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PERADI Tangerang resmi menolak aduan yang diajukan oleh Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) melalui surat pengaduan tertanggal 15 Oktober 2024.

Pengaduan tersebut ditandatangani oleh Pdt. Dr. Jhonny W. Weol, MM., M.Th., dan Pdt. Elim Simamora, D.Min., D.Th., yang menuding adanya pelanggaran etika oleh advokat Tarida Sondang dalam perannya sebagai kuasa hukum.

Sidang perkara Nomor 022/ADUAN-KEAI/DKD.TNG/2024 digelar di bawah pimpinan Majelis Kehormatan DKD PERADI Tangerang, dengan Ketua Majelis Jannes Pakpahan, S.H., MH,  Syahrudin, S.H (Anggota), Juanda Ali Aras, S.H., MH (Anggota), Sri Endah, S.H., MH (Anggota), Imron Jono, S.H., MH (Anggota), Dr. Ahmad, S.H., MH (Anggota), Redno Sari Widowati, S.H., MH (Anggota), dan Indah Purnama Dewi, S.H., Dalam putusannya, majelis menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak dapat diterima, serta membebankan biaya perkara sebesar Rp300.000 kepada pihak pengadu.

Dalam pertimbangannya, DKD PERADI menyatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan, termasuk dokumen dari kedua belah pihak dan keterangan saksi, justru memperkuat posisi Tarida sebagai staf khusus bidang hukum dan advokasi di lingkungan GPdI. Bukti-bukti seperti Surat Keputusan Majelis Daerah GPdI dan keputusan kasasi atas perkara sebelumnya turut memperjelas peran dan legalitas posisi teradu di dalam struktur organisasi gereja.

DKD menegaskan bahwa karena pokok perkara berkaitan dengan struktur internal lembaga keagamaan, penyelesaiannya seharusnya mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) GPdI, bukan semata pada norma kode etik advokat.

Namun, tidak semua pihak menerima putusan tersebut dengan lapang dada. Daniel S., S.H., kuasa hukum Majelis Pusat GPdI, menyatakan kekecewaannya atas keputusan ini. Ia menilai bahwa putusan DKD mengesampingkan substansi etika hubungan antara advokat dan klien. "Kami sangat kecewa. Putusan ini justru menunjukkan bahwa ada kekeliruan dalam memahami konteks pelanggaran etik, karena teradu menggugat pihak yang masih menjadi klien dalam perkara lain," ujarnya. Daniel memastikan pihaknya akan mengajukan banding ke Majelis Kehormatan PERADI Pusat.

Sementara itu, Tarida Sondang P. Siagian menyambut baik putusan tersebut. Ia mengaku telah memperkirakan hasil sidang dan yakin tidak melakukan pelanggaran. “Saya tahu dari awal bahwa saya tidak melanggar kode etik apa pun. Saya justru mengapresiasi anak-anak magang di TSP Law Firm yang membantu saya menyusun pembelaan dengan sangat baik,” ucapnya.

Salah satu anak magang yang turut mendampingi, Armansyah, bahkan dengan lantang menyatakan kesiapannya menghadapi banding. “Kami siap. Tidak ada yang kami takutkan karena kami punya fakta dan hukum yang memihak pada kebenaran,” tegasnya kepada Pantekosta Pos

Sidang ini menjadi sorotan karena melibatkan dua ranah yang sensitif: hukum profesional dan lembaga keagamaan. Ke depannya, perkara ini berpotensi menjadi preseden penting dalam mengatur batas etika profesi advokat dalam kaitannya dengan institusi keagamaan di Indonesia.(YovyYo)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar