Scroll to continue reading
BREAKING NEWS

Anggota DPRD Kota Tangerang Menjadi Narasumber dan Mendapatkan Honorarium dalam Acara Sosialisasi Kegiatan Pemerintahan Kota Tangerang Tumpang Tindihnya Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

MCST.CO.ID | Kota Tangerang - Sosialisasi kegiatan pemerintahan Kota Tangerang yang gencar dilakukan dibeberapa Kelurahan yang ada di Kota Tangerang dalam beberapa bulan kebelakang telah menimbulkan reaksi dalam kalangan masyarakat terhadap honorarium yang diberikan kepada anggota DPRD Kota Tangerang yang berperan sebagai narasumber dalam acara yang diadakan oleh Pemkot Tangerang yang dilakukan di Kelurahan. Bahkan ada yang mengatakan “bahwa anggota dewan Kota Tangerang mencari cuan sampai jadi narsum kegiatan sosialisasi pemerintahan”. Semua dilakukan dengan dalih “sosialisasi”, namun ditengah adanya efisiensi anggaran sebagaimana Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Pemkot Tangerang justru malah menghambur-hamburkan anggaran dengan menjadikan anggota DPRD Kota Tangerang sebagai narasumber dan memberikan honorarium.

Sosialisasi atau Mencari Honor dengan Memanfaatkan Peraturan Perundang-Undangan?

Secara normatif, kegiatan sosialisasi diperbolehkan dan bahkan dianjurkan dalam kerangka pendidikan politik warga negara. Begitu pula pejabat daerah atau anggota dewan berdasarkan Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional diperbolehkan untuk menjadi narasumber dan mendapatkan honorarium dalam acara sosialisasi. Namun, kehadiran Perpres tersebut menjadi problematik karena riskan dimanfaatkan oleh oknum yang hanya mengambil keuntungan semata. Anggota DPRD Kota Tangerang yang diberikan gaji dan tunjangan dari masyarakat yang salah satu tugasnya memang berdialog dengan masyarakat, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat serta mempertanggungjawabkan kinerja mereka kepada konstituen justru malah memilih sebagai narasumber dan mendapatkan honor, dan hal tersebut tidak hanya dilakukan satu kali. Maka hal tersebut sangat wajar diduga sebagai sosialisasi dan menjadi sebagai narasumber dengan memanfaatkan Perpres yang problematik tersebut.

Tumpang-Tindih Peraturan Perundang-Undangan

Pejabat daerah diperbolehkan untuk menjadi narasumber dan mendapatkan honorarium dalam acara sosialisasi berdasarkan Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional. Namun, Perpres tersebut menjadi problematik disaat yang menjadi narsumnya adalah anggota dewan yang sedang mengisi acara sosialisasi di dapilnya masing-masing. Bahwa hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017, yang salah satu sumber penghasilan pimpinan dan anggota DPRD terdiri dari uang representasi dan tunjangan komunikasi intensif serta tunjangan reses. Maka, jika ditambah uang honorarium kepada anggota DPRD yang menjadi narasumber dalam hal tugas dan fungsi yang sama, hal tersebut menjadi tumpang tindih peraturan bahkan anggota DPRD bisa mendapatkan double-double dalam mendapatkan uang padahal hanya menjalankan satu tugas dan fungsi yang sama. Sebagai praktisi hukum sudah sepatutnya mengkritisi peraturan perundang-undangan yang problematik, dalam kontek ini secara hierarki peraturan perundangan-undangan maka PP derajatnya lebih tinggi dari Perpres, maka Perpres ini mengenai honorarium selayaknya dikecualikan dalam kegiatan yang saat ini terjadi di Kota Tangerang.

Gelapnya Keterbukaan Aturan Pelaksanaan Kegiatan Acara Sosialisasi

Keterbukaan informasi publik seharusnya dapat dirasakan dalam negara yang demokrasi ini sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan publik, dan partisipasi masyarakat. Namun dalam kontek Acara Sosialisasi Kegiataan Pemerintahan Kota Tangerang dirasa belum sepenuhnya publik dapat mengakses terkait informasi baik mengenai aturan pelaksanaan maupun anggaran yang dihabiskan untuk acara tersebut. Bahkan ketika diminta kepada Ketua DPRD Kota Tangerang terkait Sumber Anggaran yang digunakan, Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) direspon dengan tidak koperatif, padahal masyarakat ingin mengetahui biaya-biaya yang di keluarkan telah sesuai atau tidak dengan aturan yang berlaku dan juga menyangkut efisiensi anggaran yang selama masa kepemimpinan Presiden Prabowo santer digaungkan. Jika hal semacam ini tidak juga adanya transparansi wajar saja masyarakat menduga adanya penyelewengan anggaran, kan tentu hal tersebut ranahnya adalah pidana. Pasti masyarakat berharap keterbukaan informasi di Kota Tangerang menjadi hal mudah diakses sehingga hal semacam ini menjadi terang-benderang.

Langkah ke Depan

Untuk mengatasi problem ini, diperlukan langkah-langkah konkret dalam bentuk reformasi regulasi yang ideal sehingga tidak _overlapping_, diantaranya menghilangkan aturan mengenai anggota DPRD yang mendapatkan honorarium sebagai narasumber diwilayah kerjanya. Saya berharap masyarakat khususnya di Kota Tangerang melek hukum terhadap permasalahan semacam ini, karena di negara demokrasi ini seluruh masyarakat berhak menyampaikan kritikan dan pendapat. Apakah kita akan terus menormalisasi keadaan ini, atau berani mereformasi peraturan perundang-undangan yang tidak ideal dan merugikan kita semua? Jika hal semacam ini tidak segera dibenahi, akan terus menggerus keuangan daerah kita di Kota Tangerang. Maka, sudah selayaknya dan sepatutnya saya mengajak masyarakat Kota Tangerang juga terhadap seluruh Lembaga Bantuan Hukum di Kota Tangerang untuk melakukan Uji Materiil atas Peraturan Perundang-Undangan yang problematik semacam ini di Mahkamah Agung, dan sebagai percontohan yakni permasalahan di Kota Tangerang, atau menyampaikan aspirasi kepada Presiden untuk merevisi Perpres ini.(Acy)


Opini oleh : Era Pratama, S.H., M.H. (Advokat/Praktisi Hukum di Kota Tangerang)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar